Ini merupakan tahun ke dua zo kuliah di Medan, sudah hampir setahun penuh zo tidak pernah pulang kerumah, dikampung. Sebenarnya zo sudah merasa sangat rindu dengan kedua orang tua dan adik-adik zo disana, namun karena belum memiliki kesempatan, sehingga zo belum bisa pulang. Zo masih ingat terakhir kalinya pulang kekampung, ya itu pada saat Lebaran tahun lalu.
Zo masih ingat saat meninggalkan adik yang masih kecil setahun yang lalu, saat itu ia belum begitu lancar berbicara. Beberapa kata yang zo ingat pernah ia ucapkan hanyalah “mama” dan “mamam”, hanya itu. Terakhir kali zo menelepon ke kampung halaman, zo sangat terharu karena adik kecil sudah bisa memanggilku “abang”. Betapa harunya mendengar ia mengucapkan kata itu, kata untuk memanggil seseorang yang bisa jadi belum begitu ia kenal, seseorang yang jarang ia lihat dan wajah seseorang yang hanya ia lihat di sebuah foto 10 inci yang tergantung di dinding papan rumah kami. yang ia tahu bahwa pria yang ada didalam foto tersebut adalah abangnya. Betapa besar keinginan zo pulang, bertemu dan mendengar ia memanggil sebutan itu secara langsung dari mulut kecil nan mungil itu padaku.
Walau harus jarang bertemu, zo yakin kalau orang tua selalu mendukung disaat zo harus tinggal jauh dari mereka. Zo juga tahu bahwa mereka selalu mendoakan yang terbaik untuk anaknya ini saat menuntut ilmu, doa orang tua yang selalu menguatkan zo. Betapa besar harapan mereka, itu jugalah yang memotivasi zo agar menjadi seseorang yang berhasil sehingga suatu hari nanti bisa menjadi kebanggaan mereka.
Termasuk ujian semester yang ke 4 ini, Zo harus berhasil dan memperoleh nilai baik seperti yang telah berhasil zo peroleh pada semester-semester sebelumnya. Mengingat mereka, orang tua zo tercinta merupakan motivasi terbesar yang mampu membuat zo begitu semangat.
Tidak seperti ujian hari-hari sebelumnya, hari ini teman-teman begitu semangat, lebih berisik dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Zo yakin, karena hari ini merupakan hari terakhir ujian. Hari Jumat yang benar-benar menjadi favorit hampir semua teman yang sedang melaksanakan ujian di hari ini.
Waktu ujian belum berakhir, namun teman-teman wanita dikelas ini sudah mulai berkicau menyusun rencana bepergian besok. Bepergian beramai-ramai dalam rangka refreshing dan menghilangkan penat selama hampir seminggu penuh menghadapi ujian.
Mbak Tatha dengan semangat menggebu-gebu mengumandangkan sarannya agar kali ini tujuan kita berlibur adalah Danau Toba. Tak sampai disitu, ia begitu berapi-api menjelaskan betapa indah dan menyenangkannya disana layaknya seorang marketing perumahan yang mencoba meyakinkan pelanggan baru di Mall. Tak salah lagi, dengan keahlian merayu nan membuai-buai yang ia miliki, hampir semua teman setuju dengan rencana mbak Tatha yang terdengar begitu menggiurkan dihari Sabtu ini.
***
Sabtu pagi yang menyenangkan pun tiba. Beberapa kali handphone zo berdering di subuh yang masih gelap. Telepon dari teman-teman yang terus mengingatkan agar jangan terlambat berkumpul di kampus sesuai dengan kesepakatan bersama. Kami akan berangkat dari kampus beramai-ramai dengan bus pariwisata yang sudah di sewa oleh salah seorang teman.
Jam tangan digital berwarna hitam menunjukkan pukul 7.30 tepat saat zo tiba dikampus. Tapi, tak satupun teman menampakkan batang hidungnya. Tidak begitu lama akhirnya satu persatu teman-teman mulai berdatangan. Orang pertama yang zo lihat memarkirkan sepeda motornya tak jauh dari posisi zo berdiri adalah bang Dwi yang datang berboncengan dengan bang Jerry, disusul kemudian beberapa teman yang lain.
Beberapa teman wanita yang baru saja tiba justru langsung menaiki bus yang beberapa detik yang lalu parkir tepat didepan gedung kampus. Sambil terus berteriak-teriak memanggil beberapa teman lainnya untuk masuk dan dengan riang memilih tempat duduk yang dianggap paling nyaman dan diharapkan lebih leluasa memandang pemandangan sepanjang perjalanan menuju Danau Toba.
Tepat pukul 8.30 bus pariwisata yang kami tumpangi pun bergerak secara perlahan menyeberang dan meninggalkan kampus. Perjalanan kali ini memang terbilang mengasyikkan karena kekompakan dan canda yang tak pernah putus. Selain itu banyak teman-teman wanita yang membawa cemilan dalam jumlah banyak. Ada mbak Ola yang dengan bangga mempromosikan bolu gulung yang diakuinya buatan sang bunda tercinta. Tak mau kalah dengan Mbak Ola, mbak Martha pun tidak kalah unik pada pagi hari ini, ia membawa pisang rebus andalan emaknya. Ia bercerita panjang lebar tentang perjuangannya mengambil dan merebus pisang tersebut tak lama setelah dipanen langsung dari kebun sebelah rumah.
Perjalanan begitu menyenangkan hingga tak terasa, pemandangan betapa indahnya Danau Toba mulai terlihat samar-samar dari balik bebukitan yang menghadang dan pepohonan rindang nan hijau.
Musik yang diputar si abang supir keluar mantap dari beberapa speaker di segala arah yang semakin menambah semangat. Beberapa kali teman-teman wanita bernyanyi dengan kompak walau ada beberapa diantaranya justru menyanyi dengan suara sumbang. Ia tak perduli yang penting bersenang-senang. Zo salut pada si abang supir yang pintar memilih daftar musik pengiring perjalanan kami. Ia tahu betul menyesuaikan jenis musik untuk menghibur seluruh rombongan anak muda Medan yang rusuh dan heboh ini. Namun setelah ditelusuri, zo seperti mengenal flash disk yang menempel di port USB tape bus itu, flashdisk berwarna abu-abu muda yang selalu menempel dileher seorang sahabat, bang Ridho. Oh ternyata dia dalangnya.
Lagu dengan nada up beat terus mengiringi perjalanan tanpa henti, beberapa teman jingkrak-jingkrak kegirangan mengikuti irama lagu. Album PitBull dengan beat menghentak-hentak memancing si abang supir yang sedang serius mengemudikan bus tanpa sadar mengangguk-angguk kan kepala sambil dengan mantap menancap gas dan dengan lihai meliuk-liukkan setirnya dijalan yang berliku-liku khas lereng gunung mengitari Danau Toba.
Zo heran mengapa tak ada rasa takut dalam benak mereka, bahkan beberapa teman justru memanas-manasi si abang supir untuk menunjukkan aksi terhebat yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya dalam mengemudikan bus ini. Tak butuh waktu lama untuk membuat si abang supir terpengaruh dengan hasutan anak-anak muda yang adrenalinnya terus berpacu menderu sekencang laju putaran roda bus. Semua orang terpana dan takjub menyaksikan betapa lihainya si abang supir dalam menguasai jalan dan dengan penuh percaya diri menghantam setir kekanan dan kekiri dengan tepat. Semua orang berteriak gamang namun ada rona kegirangan yang amat sangat terpancar dari wajah mereka. Berbeda dengan zo yang semakin mempererat pegangan ke sandaran kursi yang tepat berada didepan zo, jantung ini rasanya seakan copot. Bus ini telah menjelma menjadi sebuah jet coaster yang melaju dengan cepat meliuk-liuk di jalurnya.
Beberapa teman bangun dari tempat duduknya dan lebih memilih berdiri berpegangan di gantungan yang melekat erat diatas bus demi mendapatkan sensasi yang lebih wah. Entah apa yang merasuki, zo justru mengikuti apa yang teman-teman lakukan dan melangkah maju sedikit kearah depan. Sensasi yang terasa didapat memang sangat luar biasa.
Namun, tiba-tiba entah kenapa laju dan goncangan bus pariwisata ini terasa berbeda, dengan cepat zo menatap wajah si abang supir. Mimik wajahnya berubah. Bukan raut kemenangan dan kemahiran seperti sebelumnya yang terlihat, tapi ada gurat kekhawatiran disana.
Semakin lama, bus ini semakin oleng. Ia tidak lagi berada lurus pada jalurnya, melainkan beberapa kali menerobos jalur lain. Beberapa teman sudah mulai menyadari apa yang terjadi dan beberapa teman berteriak-teriak histeris. Bukan teriakan kegirangan dan sensasi menyenangkan seperti yang mereka tunjukkan tadi. Teriakan yang mengandung nada ketakutan yang sangat. Beberapa orang mulai berpegangan semakin erat pada sandaran kursi. Beberapa menutup mata, ada mendelik kearah depan dan beberapa yang lain masih terus berteriak dengan lengkingan yang memekakkan telinga.
Siapa yang tidak akan berteriak, ketika si abang yang tadinya sangat lihai di singgah sana kemudinya kini kebingungan dengan apa yang tengah terjadi. Teriakan semakin histeris saat si abang supir berteriak untuk memberi tahu ada gangguan pada rem bus. Rem nya tidak berfungsi!.
Kepanikan pun semakin menjadi-jadi. Mereka mengucap-ngucap nama Tuhan berkali-kali dengan nada ketakutan. Beberapa teman lelaki meneriakkan agar si abang mengoper gigi perseneling ke posisi yang lebih rendah agar tidak terlalu laju. Si abang supir yang panik terus mencoba melakukan hal tersebut, tapi tidak juga mengurangi laju bus yang kini bagai sapi liar terlepas dari tali pengikatnya.
Bus yang kami tumpangi pun semakin oleng, masuk kejalur lain hingga akhirnya membentur keras besi pembatas pembatas jalan. Suara besi dan badan bus sebelah kanan yang terus bergesekan dengan kencang terdengar keras memekakkan telinga. Bang Dwi yang duduk disebelah pinggir seketika berdiri karena takut dengan suara gesekan antara badan bus dengan pembatas jalan tersebut.
Tak sampai 5 detik, bus pun berhasil membengkokkan pembatas jalan sehingga dengan seketika bus yang kami tumpangi terjun bebas, ke arah danau yang airnya terlihat begitu hijau kelam.
Seketika, air dengan tekanan yang besar berlomba-lomba masuk kedalam badan bus dari celah manapun. Kepanikan semakin meraja lela, hampir semua yang duduk dibelakang terhempas kedepan. Menindih siapapun yang berada didepan mereka. Kepala, tangan dan badan zo terasa sakit saat sesuatu menghantam tubuh ini dari arah belakang. Tak sempat untuk melihat dan mengenali apa yang terjadi. Akibat kaca depan bus yang pecah, membuat air pun masuk membabi buta dengan tekanan yang tak pernah zo bayangkan sebelumnya. Tekanannya sangat keras hingga membuat zo tak bisa melihat apa-apa saat bergalon-galon air menghantam wajah, dada dan badan zo.
Zo terus berpegangan erat pada gantungan yang ada didalam bus saat sekali lagi ada sesuatu yang menghantam tubuh zo dari arah depan. Beberapa teman yang tadinya terhempas kedepan tiba-tiba berhamburan terdorong kebelakang oleh air yang datang dari arah depan. Suasana benar-benar porak-poranda. Keadaan sangat tidak bisa terprediksi.
Saat zo mencoba tuk bertahan, tiba-tiba ada sesuatu yang menghantam kepala, menjepit, mencakar dan menolak zo dari segala arah. Semua terlihat gelap, zo tidak bisa mendeskripsikan carut-marut serta hiruk-pikuk dan keadaan yang terjadi pada saat itu, karena semua kepanikan telah menjadi satu. Yang terlihat hanya air dan gelap dimana-mana.
Masih dalam keadaan yang benar-benar tak terkendali, zo tak lagi mengenal siapa-siapa saja yang sedang meronta-ronta tak menentu diatas, didepan atapun dibelakang zo. Saat menginjakkan kaki, tak tahu entah apapun yang zo injak. Zo hanya mengingat bahwa posisi zo ada didekat pintu keluar bus bagian depan. Sambil terus menerka-nerka karena sulit untuk melihat apapun, baik itu barang-barang atau beberapa orang yang terus meronta-ronta, zo terus berusaha menggapai pintu depan.
Dalam keadaan seperti ini, zo tak bisa mengatur dan menahan nafas dengan baik. Akibat kepanikan dan kebingungan yang benar-benar membuyarkan usaha dan konsentrasi. Tiba-tiba zo merasa sesak, dada tak mampu menahan tekanan yang rasanya seperti disepak oleh seseorang bertubuh tinggi tegap dengan kekuatan yang luar biasa. Zo sudah merasa sangat tidak sanggup menahan sakit yang zo rasakan didada, sudah sangat banyak air yang masuk dan terminum.
Walau masih terasa sangat sesak, ditambah entah berapa banyak telah meminum air, zo terus berusaha menahan nafas selama dan semampu yang zo bisa. Rasanya sesak sekali. Seperti terhimpit, didesak, ingin muntah dan keram dingin membeku.
Mungkin dengan diam, akan membuat zo lebih tenang. Benar saja, saat zo hanya mencoba untuk diam, semua semakin terasa gelap dan hening. Tak ada lagi kegaduhan-kegaduhan, kepanikan-kepanikan seperti yang zo rasakan tadi. Semua telah tenang.
***
Akhirnya zo merasa badan zo tak lagi kaku. Himpitan yang sangat menyakitkan itu telah hilang, sedikit lebih lega untuk bergerak. Kali ini pandangan zo sedikit lebih baik karena tak begitu banyak lagi hiruk-pikuk disana sini. Walau disulitkan dengan warna air dan suasana yang kelam, tapi zo terus mencoba tenang dan berusaha semampu zo untuk menggapai pintu depan. Sangat sulit, tapi zo harus berusaha. Zo harus selamat. Zo harus bisa berenang kepermukaan.
Sangat sulit sekali untuk menggapai pintu depan karena tubuh-tubuh, dan barang-barang yang mengambang membuat zo kesulitan. Sangat-sangat kesulitan. Setelah berusaha setengah mati, pintu depan justru macet dan tidak bisa dibuka.
Tak fikir panjang, zo langsung melihat kearah pintu yang ada tepat disamping supir, semoga bisa terbuka. Namun zo terhalang tubuh seseorang yang tidak zo kenali karena pandangan yang benar-benar sulit untuk melihat.
Tak mau menyerah dengan apa yang terjadi, zo meraba-raba lantai untuk menemukan sesuatu yang keras dan bisa digunakan untuk memecahkan kaca jendela agar bisa keluar. Zo harus bisa bertemu lagi dengan semua anggota keluarga yang kini menantikan diriku dikampung halaman. Tiba-tiba saja zo merasa sangat rindu untuk memeluk adik kecil zo yang mungkin sekarang sudah bisa dengan lancarnya mengucapkan kata “abang”.
Karena tak kunjung menemukan apapun untuk memecahkan kaca, zo memutuskan ke arah pintu bagian belakang, mencoba menerobos diantara tubuh teman-teman dan barang-barang milik mereka yang menghalangi.
Dari sebelah kanan, samar-samar zo melihat seorang wanita sedang bergumul dan meronta dengan pakaiannya yang mungkin sedang tersangkut. Dari jauh zo sulit untuk mengenali wajah wanita itu, siapapun dia, zo harus menolongnya. Zo merasa sangat senang karena masih ada yang tersisa selain zo didalam bus yang dipenuhi air. Ia tidak boleh tetap berada disini. Kami harus bisa berenang kepermukaan.
Setelah mendekati, samar-samar zo mulai mengenali wajah wanita yang sedang kebingungan karena kain roknya tersangkut. Sebagai seorang laki-laki, zo tidak boleh menyerah. Ini demi menyelamatkan nyawa seseorang. Nyawa seorang sahabat. Nyawa mbak Tatha.
Tanpa ampun, zo berusaha untuk menarik sekuat sisa tenaga yang zo miliki. Akhirnya dengan usaha yang tidak mengenal ampun, berhasil juga merobek rok yang tersangkut dan segera menarik mbak Tatha melanjutkan usaha menggapai pintu belakang bus.
Zo meraba-raba dan menariki serta mendorong apapun yang ada dihadapan zo agar kami bisa terus maju dan menggapai pintu bus. Mbak tatha juga terus berusaha mengikuti zo dari belakang. Ia menggenggam dengan sangat erat kaos berwarna hijau yang zo pakai.
Alhamdulillah pintu belakang terbuka, zo pun mempercepat langkah. Rasanya ringan sekali, mungkin saja ini karena zo hampir berhasil menggapai pintu keselamatan. Tak ada beban. Namun, saat zo membalikkan badan, betapa kagetnya zo karena tidak melihat mbak Tatha yang harusnya sejak tadi berada dibelakang. Ia tak lagi memegangi kaos bagian belakang zo. Ia tak lagi ada disana. Zo mengurungkan niat untuk keluar, melainkan kembali ke belakang. Mencoba menggapai apapun dan siapapun yang bergerak dibelakang zo.
Akhirnya zo menemukan mbak Tatha yang sudah lemas tak berdaya seperti teman-teman yang lain. Walau apapun yang terjadi, zo harus berhasil menyelamatkan mbak Tatha. Kami pun berhasil keluar dan dengan mudah bisa mencapai permukaan air. Seperti ada yang mendorong dan membantu kami untuk naik.
Akhirnya zo bisa menghirup udara sebebas-bebasnya.
Zo pun berusaha untuk menggapai sebuah batang pohon kecil yang tumbuh di bebatuan tebing karang sambil masih memegangi erat lengan mbak Tatha. Zo terus mencoba dengan sisa tenaga untuk mengangkatnya.
Zo tak tahu dimana bagian yang rata, yang zo lihat hanyalah ilalang dan pepohonan kecil yang tumbuh disepanjang bebatuan tebing. Beberapa tebing terkikis air hingga membentuk gua-gua yang gelap. Perlahan-lahan zo menggapai bebatuan dan maju kearah depan, pelan-pelan dan sedikit demi sedikit. Saat tak mampu menggapai pegangan yang tepat, lagi-lagi kamu harus terbenam kedalam air.
Zo semakin berhati-hati agar tidak salah saat berpegangan. Telapak dan tangan kiri mulai terasa perih akibat luka gores karena memegang dan menggapai apapun secara membabi buta dari tebing yang terjal dan tajam.
Entah berapa lama kami berada dalam posisi tergantung mengambang hingga akhirnya zo menemukan tebing yang sedikit landai. Bebatuan tebing yang sepertinya bisa dijadikan tempat duduk dan berteduh.
Saat mencoba untuk naik keatas, zo menyangkutkan kerah baju bagian belakang leher mbak Tatha ke tebing karang yang mencuat agar ia tertahan dan tidak jatuh tenggelam.
Zo terlebih dahulu naik katas tebing dan dengan sisa kekuatan mengangkat lengan mbak tatha naik ketebing. Zo hanya mampu menyeretnya untuk naik secara perlahan-lahan. Zo yakin rasanya pasti sakit saat punggungnya tergores dinding tebing yang sedikit tajam. Mau tak mau zo terus menariknya walau kepayahan.
Setalah usaha yang pantang menyerah, zo berhasil mengangkat mbak Tatha dari dalam air dan mendudukkannya. Tebing ini hanya bisa digunakan untuk duduk dengan posisi kaki masih jatuh dan terbenam kedalam air. Zo merasa kalau perut zo sakit dan kembung karena telah terlalu banyak meminum air danau. Posisi kami tak jauh dari lokasi bus yang jatuh. Terlihat dari beberapa barang-barang bawaan teman-teman yang mengambang dipermukaan air danau. Bus kami pasti tepat berada dibawah barang-barang yang mengambang tersebut. Ada beberapa tempat makan plastik berwarna kuning cerah dengan ikatan orange dan beberapa tas yang diantaranya zo kenal adalah milik bang Safran, sahabat zo.
Zo hanya terduduk lemah. Zo tak tahu seberapa lama kami berada disana.
***
Tangan kiri masih terasa perih karena beberapa goresan luka yang masih mengeluarkan darah dan menyakitkan saat zo mendengar suara mesin motor yang menderu-deru. Setelah diperhatikan, suara-suara tersebut berasal dari perahu-perahu karet berwarna merah dan orange yang mungkin adalah milik tim penyelamat setempat. Zo berharap mereka melihat zo dan mbak Tatha karena untuk berteriak saja zo sudah tidak mampu. Seandainya ada peluit seperti yang digunakan Rose dalam film Titanic, zo pasti akan meniup peluit tersebut dengan kencang untuk menunjukkan keberadaan kami.
Zo hanya terkulai tak berdaya. Bahkan mengangkat kepala dari sandaran saja sulit. Tenaga zo benar-benar terkuras. Satu persatu teman-teman diangkat keatas perahu-perahu karet mereka. Zo tak tahu berapa jumlah perahu tersebut, yang zo tahu kini telah ada banyak perahu karet disana.
Betapa kagetnya zo saat beberapa orang sedang mengangkat tubuh seseorang yang sangat zo kenal. Sosok yang benar-benar melekat erat di kepala zo. Tubuh seorang wanita yang zo yakini adalah tubuh mbak Tatha. Zo terus menatap kearah para penyelamat yang masih berusaha mengevakuasi siapapun yang masih berada dalam bangkai bus saat langit mulai beranjak senja. Zo terkejut setengah mati saat menyadari bahwa mbak Tatha sudah tak ada lagi disebelah zo entah bagaimana caranya.
Air mata kesedihan pun tanpa disengaja menetes, air mata yang lelehannya terasa panas dan perih membasahi pelupuk mata. Liburan yang diharapkan menyenangkan justru berakhir tragis.
Jantung zo semakin berdetak kencang bahkan terasa hampir copot saat melihat salah seorang relawan bertubuh hitam besar mengangkat sesosok laki-laki berkaos hijau dan berambut pendek. Zo sangat mengenal sosok itu mendarah daging. Zo juga kenal kaos yang ia pakai. Kenal benar potongan rambutnya. Dalam hati zo berteriak histeris dengan lelehan air mata yang terasa begitu perih dan panas: ITU AKU.
Tiba-tiba, semua terasa gelap dan sesak.
Zo tersentak dengan nafas tersengal dan keringat dingin bercucuran dengan deras dari sekujur tubuh yang membuat sebagian baju zo basah. Zo masih berusaha mengatur nafas saat melihat jam di dinding kamar kost zo menunjukkan pukul 4 subuh. Rasanya sangat sesak dan menakutkan. Zo bersyukur ini semua hanya sekedar mimpi.
Semua orang yang berada di dalam Bus Pariwisata.