Rabu, 21 September 2011

Legenda Tanah Gayo: Puteri Pukes, Putri yang berubah menjadi Batu.

Tidak semua orang Takengon (Gayo) mengetahui cerita legenda Putri Pukes secara lengkap dan dengan jalan cerita yang sama. Beberapa orang menceritakan dalam versi mereka sendiri, sama seperti ketika mendongeng untuk adik-adik zo yang masih kecil. Zo selalu menambahkan beberapa watak yang tidak boleh ditiru dan beberapa tokoh yang baik untuk ditiru, karena inti dari mendongeng kepada seorang anak kecil adalah ingin menasehati dengan cara yang menarik, seperti dengan menceritakan sebuah cerita yang akan melekat dalam ingatannya.

Menurut cerita dan informasi yang zo kumpulkan dari beberapa sumber yang mengetahui tentang legenda Putri Pukes, zo ingin membagi kisah ini kepada semua sahabat di manapun berada dan kepada teman-teman yang mengetahui cerita ini secara benar, mohon koreksinya.

Gua Puteri Pukes yang didalamnya terdapat sumur tua yang berair 3 bulan dan 3 bulan lagi tidak.
Gua Putri Pukes terletak di sebelah Utara, tepatnya di sebuah kampung bernama ‘Mendale’, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah. Putri Pukes sendiri merupakan nama seorang anak gadis semata wayang dan kesayangan seorang ibu dari sebuah keluarga yang tinggal di Kampung Nosar, Kecamatan Bintang, Aceh Tengah.

Suatu hari, ia dijodohkan dengan seorang pria yang berasal dari kampung bernama “Samar Kilang”, Kecamatan Syiah Utama Kabupaten Aceh Tengah (sekarang telah berubah menjadi Kabupaten Bener Meriah).

Pernikahan pun dilaksanakan, berdasarkan adat setempat.

Dalam adat setempat, mempelai wanita diharuskan untuk tinggal dan menetap di tempat mempelai pria. Setelah resepsi pernikahan yang dilaksanakan di rumah mempelai wanita selesai, selanjutnya kedua mempelai pulang menuju tempat tinggal mempelai pria. Prosesi ini dalam bahasa gayo disebut ‘munenes’.

Pada saat prosesi ‘munenes’, mempelai wanita dibekali sejumlah peralatan rumah tangga seperti kuali, kendi, lesung, alu, piring, periuk dan sejumlah perlengkapan rumah tangga lainnya. Adat ‘munenes’ biasanya dilakukan pada acara perkawinan yang dilaksanakan dengan sistem ‘juelen’, dimana pihak wanita tidak berhak lagi kembali ke tempat orangtuanya.

Berbeda dengan sistem ‘kuso kini’ atau ‘angkap’. Dalam sistem Kuso Kini, pihak wanita berhak tinggal di mana saja, sesuai kesepakatan dengan pihak suami. Sementara sistem ‘angkap’, kebalikan dari sistem ‘juelen’. Pada sistem perkawinan ini, pihak lelaki diwajibkan tinggal bersama keluarga pihak wanita.

Pernikahan dengan sistem ‘angkap’ terjadi disebabkan karena si mempelai pria sebelumnya meminta atau mengemis kepada wali mempelai wanita agar dinikahkan dengan putrinya dengan alasan karena sangat mencintainya. Sehingga sebagai persyaratannya, pihak pria harus tinggal bersama keluarga mempelai wanita.

Saat akan melepas Putri Pukes dengan iringan-iringan pengantin, ibu Putri Pukes berpesan kepada putri semata wayangnya yang sudah menjadi istri sah mempelai pria, bahwa nanti sebelum ia melewati daerah rawa-rawa yang sekarang disebut dengan Danau Laut Tawar,  ia jangan pernah melihat ke belakang.

Selama perjalanan menuju rumah mempelai pria, sang putri pun mencoba kuat dan terus berjalan sambil menangis dan menghapus air matanya yang keluar terus menerus. Karena tidak sanggup menahan rasa sedih dan rindu dengan sang ibu tercinta membuat putri lupa dengan pantangan yang disampaikan oleh ibunya.


Secara tak sengaja putri menoleh ke belakang. Sontak, tiba-tiba Putri Pukes merasa kalau ia tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya yang seketika saja terasa membeku dan terasa sangat kaku.  Rasa kaku tersebut makin mejalar naik dari kaki, ke perut, leher hingga akhirnya sang putri pun menjadi batu. Mempelai Pria pun merasa ada yang ganjil dengan perjalanannya, Putri Pukes yang sejak tadi berada disisinya kini tidak lagi berada disana. Ia pun penasaran dan menoleh kebelakang. Ketika matanya tertuju pada sang putri yang telah menjadi batu, ia pun terkejut. Karena saking cintanya dengan Puteri Pukes, Ia pun berdoa agar bisa dipersatukan selamanya. Suami yang baru dinikahi oleh Puteri Pukes pun ikut menjadi batu beserta semua barang bawaan.

Sosok Puteri Pukes yang telah menjadi batu dan terus mengeluarkan air mata hingga sekarang.

Gua Putri Pukes tempat legenda itu diceritakan, kini sudah menjadi tempat wisata, tetapi sangat di sayangkan gua tempat manusia yang menjadi batu itu sudah disemen dan ditambah-tambah sehingga tidak lagi alami.

Abdullah si penjaga gua, menceritakan, batu Putri Pukes tersebut membesar karena kadang-kadang batu tersebut masih menangis sehingga air mata yang keluar tersebut menjadi batu dan makin lama batu tersebut makin membesar.

Sementara sumur besar kata Abdullah, setiap tiga bulan air di sumur tersebut kering dan tidak ada air nya, bila ada air orang pintar akan datang untuk mengambil air tersebut. Sedangkan kendi yang telah menjadi batu tersebut pernah bawa oleh orang, tetapi dikembalikan lagi karena dilanda resah setelah mengambilnya. “Sedangkan tempat bertapa itu di gunakan oleh orang zaman dahulu untuk melakukan bertapa guna mencari ilmu dan alat pemotong (pisau) peninggalan manusia purbakala kata yang ditemukan di dalam goa putri pukes,” jelas Abdullah.

Cerita seorang sahabat: "Kisah sedih Mawar yang layu sebelum berkembang"

Ini adalah sebuah cerita cinta seorang teman, bernama Mawar. Mawar adalah seorang wanita biasa yang sangat baik dan pendiam menurut zo pribadi. Dikampus, ia memiliki seorang teman bernama Ririe yang berbeda jurusan dengannya. Bagi sebagian orang, Ririe adalah seorang cewek yang cantik dan menjadi primadona dikampus.

Mereka sebenarnya tidak begitu akrab, tapi karena kebetulan sering melakukan beberapa hal bersama-sama, mereka terlihat seperti tak terpisahkan. Mawar kadang merasa cemburu pada Ririe, karena hingga sekarang ia sekalipun belum pernah berpacaran. Ia selalu memendam perasaan cintanya pada seseorang yang ia sukai. Sangat berbeda dengan Ririe yang selalu mendapatkan apa pun atau cowok manapun yang ia inginkan.

Bagi Mawar, Ririe sangat sadar kalau ia seoarang gadis yang cantik. Sehingga ia tidak pernah betah berpacaran lama-lama dengan satu cowok. Ia tipe orang yang cepat merasa bosan. Baginya, bila ia putus dengan satu cowok, dengan mudah ia pasti bisa mendapatkan cowok lain yang lebih keren, hingga begitu seterusnya. Mawar selalu takjub melihat mantan-mantan pacar Ririe yang hampir semuanya diatas rata-rata.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan Mawar yang kadang merasa kesepian. Terkadang ia merasa cemburu saat melihat beberapa temannya duduk berduaan saja dengan pasangan mereka masing-masing, bercerita dengan penuh suka.

Seperti saat dikampus, beberapa kali saat ia keluar dari kelas dan menuruni tangga, ia sering kali mendapati temannya berduaan saja dengan pacarnya disebuah kursi disamping tangga. Saat melihat itu Mawar hanya bisa tersenyum kepada mereka dan berlalu, tak ada yang tahu apa yang ia rasakan dan apa yang ia fikirkan.

Walaupun begitu, Mawar juga memiliki sifat yang mudah bosan, dalam artian setiap kali ia mengagumi seseorang. Ia akan sangat mengaguminya, hingga akhirnya ia merasa bosan.

Sudah beberapa kali ia berusaha mendekati seorang cowok, tapi tidak pernah berhasil. Bila berada dekat dengan orang yang ia sukai, Mawar selalu kehilangan kata-kata, ia membisu, tak leluasa bergerak, dan masih banyak lagi yang lain. Mungkin inilah yang membuat cowok yang mendekatinya menjadi bosan dan berlalu pergi, karena sikap Mawar yang terkesan dingin terhadap mereka. Hal ini sangat berbeda dengan Ririe yang ketika didekati oleh seorang cowok yang menurutnya keren, dan ketika ia tahu bahwa si cowok menyukainya, maka ia akan memanfaatkan situasi itu sehingga si cowok pun berani menembaknya karena berfikir telah mendapat lampu hijau.

Ketika pulang kuliah pada sore itu, Ririe memberi tahu Mawar bahwa ia melihat seorang kakak senior yang wajahnya ganteng, gayanya keren, ngomongnya cool, dan jantan banget di arah jam 1 mereka, kode yang sering mereka gunakan ketika ada sesuatu yang menarik untuk dilihat. Awalnya Mawar merasa takjub dengan cowok yang Ririe tunjukkan sore itu, tapi setelah melihat cowok itu dengan seksama, Mawar merasa kalau cowok itu tidak sebanding dengannya.

***

Sejak saat itu  Ririe terus saja mencari cara dan melakukan pendekatan dengan cowok yang ternyata bernama Hans. Seperti ketika penerimaan mahasiswa baru. Ririe yang merupakan salah seorang anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dikampus, mendapat tugas dengan anggota yang lain untuk menjadi Panitia Ospek calon mahasiswa baru. Kebetulan Hans adalah Ketua Panita Pelaksana Ospek dikampus tersebut. Wah kebayang dong bagaimana Ririe memanfaatkan keadaan tersebut untuk menjadi lebih deket dengan Hans. Walau akhirnya ia tahu kalau Hans telah memiliki seorang pacar bernama Aisa, tapi ia tidak perduli.

Tak berapa lama, Mawar mendengar kalau Hans dan Aisa telah putus. Dari cerita yang Mawar dengar dari Ririe, Hans putus karena Aisa lebih memilih kembali pada mantan pacarnya. Kesempatan pun semakin terbuka lebar. Ririe terus berusaha mendekati Hans. Namun ditengah perjalanan mencuri hati Hans, seorang lelaki mendekati Ririe, dan Ririe pun berpaling ke laki-laki yang baru ia kenal itu. Ia tidak lagi memiliki niat untuk mendekati Hans.

***

Tanpa disadari, setiap kali melihat Hans, hati Mawar bergetar. Namun ia hanya bisa memandangi Hans dari kejauhan. Kadang Mawar bisa melihatnya dari dekat ketika kebetulan berpapasan dilorong kelas kampus. Mawar begitu terpana mematung saat melihat Hans disore hari itu, melihat Hans yang sedang menyeka keringatnya, mengagumi saat ia melipat tangan kemeja putihn setinggi siku dengan kaos berwarna putih terlihat diantara kerah dan kancing baju dilehernya. Sangat jantan.

Malam itu, Mawar harus pulang lebih lama karena sebelumnya mengerjakan tugas di Perpustakaan. Saat perpustakaan hendak tutup, maka ia pun keluar dan duduk sejenak disebuah kursi yang terletak didepan ruang perpustakaan. Dari jauh ia melihat Hans yang kecapean, menyeka keringat didahi dan melonggarkan bajunya dengan membuka satu kancing kemeja putih paling atas.

Ketika Hans mendekat, ia melihat Hans tersenyum padanya. Sambil berkata bahwa betapa melelahkannya pekerjaan hari itu. Mawar pun merasa tubuhnya lemas, lutut serasa tak lagi bertenaga menopang tubuhnya untuk berdiri. Ia tidak pernah menyangka orang yang begitu ia kagumi, menegurnya. Perlahan, Mawar merasa tubuhnya menjadi ringan dan menjadi semakin sangat ringan. Hingga ia pun serasa terbang diatas awan putih dengan cahaya matahari yang sangat hangat, terjatuh diatas ladang bunga yang begitu luas dengan bunga yang mulai bermekaran berbagai warna dan sangat indah. Hari yang sangat menyenangkan.

***

Suatu siang, anggota BEM kampus mengadakan rapat mengenai perencanaan ospek yang akan dilaksanakan beberapa minggu lagi. Karena Mawar dekat dengan Ririe yang juga seorang anggota BEM, maka Mawar pun diajak untuk ikut bergabung dalam rapat itu. Mawar tahu Hans akan ikut dalam rapat itu, maka dengan senang hati ia menerima ajakan Ririe. Nah diruang rapat tersebut, untuk pertama kalinya ia melihat Hans secara dekat. Walau hanya selang satu bangku dari tempatnya duduk. Tapi ini adalah jarak terdekat yang pernah ia dapatkan.

Rapat demi rapat mereka gelar. Akhirnya Mawar pun mendapatkan bahan dan kesempatan untuk berbicara dengan Hans. Ia mulai mengirimkan sms yang awalnya menanyakan agenda rapat berikutnya atau apa isi rapat saat ia berhalangan hadir. Namun kadang Hans jarang membalas sms Mawar. Oleh karena itu, Mawar kembali tersadar dari khayalan tingkat tingginya kalau Hans memang bukan dan tidak pantas untuknya. Hans tidak suka padanya.

Ketika rapat selesai disore itu. Mawar terburu-buru hingga ia lupa untuk menanyakan apakah besok hari akan diadakan rapat atau tidak karena tanggal merah. Pada saat tanggal merah, kampus tetap ramai, namun semua orang menggunakan baju bebas dan tidak perlu menggunakan seragam jas lengkap seperti hari biasa.

Mawar tidak memiliki nomor telepon dosen yang akan membimbing rapat. Ia pun ingin mencoba menanyakan hal itu melalui ketua Panitia Ospek, yaitu Hans. Setelah menunggu cukup lama, Hans membalas sms Mawar dan mengatakan bahwa besok pagi mereka akan mengadakan pada pukul 8, dan walaupun besok adalah hari libur, mereka harus tetap tampil formal alias tidak boleh menggunakan baju bebas. Hans juga menyuruh Mawar untuk mengabarkan pada anggota rapat yang lain.

Dengan perasaan bahagia, Mawar pun segera mengabarkan pada Ririe kalau besok ada rapat dan dengan bangga ia mengatakan kalau ia mendengar perintah ini langsung dari Hans.

Hanya karena sms itu, malam itu Mawar tidur dengan perasaan bahagia. Ia merasa sangat bahagia karena kali ini Hans mau membalas pesan yang ia kirim.

***

Keesokan paginya, dengan senyum yang terus mengembang dipipi, ia bersiap-siap kekampus dengan penampilan terbaiknya. Sesampainya disana, orang-orang merasa heran dengan Mawar yang berpenampilan sangat rapi dihari libur seperti ini. Namun Mawar hanya cuek saja, ia tidak perduli dengan beberapa orang yang mulai tersenyum mengejek kepadanya. Ia menganggap tidak ada yang salah pada dirinya, ini kan tuntutan dosen yang membimbing rapat. Jam dinding ruang rapat menunjukkan pukul 8 kurang 10 menit, tapi peserta rapat belum ada yang datang. Mawar mengira kalau ini sudah lumrah, kalau janji jam 8 pasti bakal ngumpul jam 8 lewat.

Mawar mulai menyibukkan diri dengan membaca sebuah buku sambil sesekali melihat kearah jam dinding. Saat itu jam telah menunjukkan pukul 9 pagi, tapi mengapa belum ada yang datang?

Tiba-tiba telepon ruang rapat berdering. Mawar penasaran, dengan cepat ia mengangkat gagang telepon itu. Dari seberang terdengar suara seseorang yang sudah akrab ditelinganya, ya suara Ririe. Sambil tertawa, Ririe mengatakan bahwa Mawar telah berhasil dikerjai oleh Hans dan dirinya. Sebenarnya hari ini sama sekali tidak ada agenda rapat.

Ririe terus tertawa geli. Sangat berbeda dengan keadaan Mawar yang tidak terasa bahwa air mata menetes di pipinya. Ia hanya diam. Karena merasa aneh tidak ada jawaban ataupun makian dari mulut Mawar yang sudah mereka kerjai, Ririe pun bertanya kenapa Mawar hanya diam saja. Dengan nada parau Mawar menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah menyangka kalau Ririe dan Hans akan tega melakukan ini padanya. Apa salah Mawar sehingga mereka melakukan itu?, mereka telah mempermalukan Mawar didepan orang banyak. Mereka berdua telah menginjak-nginjak harga dirinya.

Perlahan Mawar menutup telepon yang dengan samar masih terdengar suara Ririe yang masih terheran-heran dari seberang sana. Mawar berlari kemeja tempat ia meletakkan tas dan bukunya. Ia mengambilnya dan langsung keluar dari ruangan itu dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipi.

Ririe terus mencoba menghubungi Mawar melalui handphone nya. Tapi tak satupun dari panggilan itu yang ia angkat.

Dengan cepat sebelum lebih banyak orang melihatnya, Ia masuk keruang perpustakaan dan memilih duduk disudut perpustakaan, diantara rak perpustakaan yang tinggi dengan koleksi buku paling tebal dan paling rapat. Ia membenamkan diri dibalik tangan diantara rak-rak buku perpustakaan itu. Untung karena hari ini adalah hari libur, sehingga tak begitu banyak orang yang datang mengunjungi perpustakaan.

Satu jam kemudian, dari jauh ia melihat Hans berjalan kearahnya dan mulai mendekat. Setelah Hans duduk tepat didepannya, Mawar pura-pura seolah ia tidak menyadari kedatangan Hans diperpustakaan itu.

Hans mencoba meminta maaf. Mawar hanya bisa mengangguk dan meng-iyakan apapun yang dikatakan oleh Hans. Ia masih terlalu sakit hati karena sudah dikerjai seperti itu. Hans terus membujuknya, namun Mawar tetap tidak mau mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang ia pegang seolah-olah sedang sibuk membaca. Tidak lama, Hans pun menyerah dan pergi.

Mawar merasa mungkin Hans sudah merasa bersalah dengan apa yang telah mereka lakukan padanya. Namun beberpa menit kemudian, beberapa gadis yang Mawar tahu akrab dengan Hans datang mendekatinya. Mereka adalah Dewi dan teman-temannya. Mereka cekikikan melihat Mawar yang mungkin menurut mereka terlihat tolol menggunakan seragam lengkap disaat kuliah sedang libur. Dari jauh, Mawar melihat mereka menghampiri Hans yang duduk di sudut dekat pintu keluar. Masih sambil tertawa, sesekali Dewi melihat kearah Mawar.

Ternyata, Hans bukannya merasa bersalah telah mengerjai Mawar, namun justru meminta teman-temannya untuk melihat Mawar yang mungkin ia anggap lucu untuk dijadikan bahan tertawaan.

Betapa sakit hatinya Mawar.

Sejak saat itu, ia tidak mau lagi mengenal seorang lelaki bernama Hans yang awalnya sangat ia kagumi. Seseorang yang menurutnya sangat baik, tampan dan pangeran impiannya. Ia merasa sangat benci padanya, ia juga merasa sangat benci pada gadis bernama Ririe yang telah tega bersekongkol dengan orang yang sangat ia sukai dikampus itu. Bila saja ia dikerjai oleh teman-temannya, ia masih bisa terima walau mungkin rasanya tetap sakit. Tapi ini lebih sakit, jauh lebih sakit.

Bayangkan saja, ia dikerjai oleh seseorang yang ia kagumi, seseorang yang sangat ia sukai.

Setelah hari itu, saat berpapasan dengan Hans, Mawar hanya menunduk. Ketika rapat, ia selalu berasalan agar tidak hadir. Ia tidak mau lagi melihat Hans dan Ririe yang mungkin masih berbahagia melihat Mawar yang pernah berhasil mereka kerjai. Tidak ada lagi kekaguman akan apapun yang dipakai oleh Hans, tidak ada lagi perasaan terbang menyusuri awan ketika Hans tersenyum padanya. Tak ada lagi hal yang istimewa saat melihat Hans membuka satu kancing bajunya ketika ia kelelahan atau kepanasan. Tidak ada lagi.

Seperti kata pepatah, perasaan Mawar seperti bunga yang layu sebelum berkembang. Ketika bunga itu masih memperlihatkan kuncupnya yang sedikit demi sedikit mulai berkelopak merah muda, tiba-tiba seorang anak datang dan mematahkan batangnya. Tak ada yang tersisa dari bunga itu. Sama sekali.

Setiap kali mereka bertemu disatu tempat, Hans selalu mengutarakan minta maafnya. Merayu Mawar, namun seperti biasa, Mawar tidak pernah memandangnya. Ia tidak memperdulikannya, ia menganggap Hans tidak disana. Hingga akhirnya Hans lelah.

Senin, 19 September 2011

Diary dan Kisah Malang Hewan Peliharaan Zoe

Saat zo menemukan sesuatu bernama “blog” yang awalnya terinspirasi oleh seorang Guru Besar di Hyderabad, India, zo pun kembali menulis dan mulai akrab lagi dengan Laptop kesayangan yang sempat di museum kan sejak zo lulus kuliah setahun lalu, tepatnya bulan oktober 2010. Laptop ini tidak pernah lagi digunakan, begitu juga dengan printernya.

Zo merasa bahwa blog merupakan tempat yang paling cocok untuk menuangkan semua yang ada di fikiran zo. Blog menjadi diary baru untuk zo.

Berbicara tentang diary, zo jadi ingat bahwa zo sudah hobi menulis sejak masih duduk di bangku Madrasah. Zo dulu punya sebuah diary kecil tebal berwarna biru. Awalnya zo terinspirasi oleh seorang gadis tetangga. Saat membaca diary-nya, zo suka karena ia menceritakan kejadian-kejadian sehari-hari dengan penulisan yang sangat menarik dan enak dibaca. Ya dialah orang pertama yang menginspirasi zo dalam menulis.

Namun, diary pertama zo itu telah bercampur lumpur banjir yang pernah melanda kota Bireuen di bulan November 2000. Beberapa halamannya terlepas begitu saja. Kalau diperkirakan, zo mulai menulis sejak tahun 2000, karena zo masih ingat kalau ada beberapa tempelan foto trio Hermione, Harry dan Ron yang zo gunting dari tabloid favorite zo masa kecil, “Tabloid Fantasi”.

Pada tanggal 29 September 2003, zo kembali menulis diary. Saat itu zo masih duduk di kelas 3 SMP Negeri 1 Takengon. Zo tidak lagi menulis di diary khusus, melainkan menulisnya di sebuah buku biasa diantara buku pelajaran yang masih kosong. Alasan zo menulis di buku pelajaran, karena zo tidak mau terlihat cemen (walau sebenarnya memang cemen). Selain itu, menulis dibuku pelajaran juga tidak menimbulkan kecurigaan dan tidak menarik perhatian. Kadang zo menulis diantara jam pelajaran sekolah, karena jika harus menunggu untuk menulis saat tiba dirumah, bisa saja zo akan terlupa akan beberapa bagian menarik yang zo alami.

Di tahun 2006, zo menemukan satu situs bernama multiply.com yang menyediakan fasilitas blog. Interface-nya terbilang menarik dengan template-template yang enak dilihat, namun karena loading yang lumayan lama dan sedikit ribet, membuat zo tidak begitu tertarik untuk menulis disana. Hanya sempat beberapa kali saja.

Zo mulai pindah media penulisan diary ke Laptop Acer yang dibelikan orang tua sebagai hadiah ulang tahun zo yang ke 20, di bulan April tahun 2000. Di laptop tersebut terdapat sebuah aplikasi bernama Ms. OneNote 2007 dengan tampilan dan desain yang terbilang cantik seperti layaknya sebuah buku yang dilengkapi dengan garis yang menarik. Banyak cerita sehari-hari yang zo tuangkan disana. Mulai dari kisah sedih, percintaan dan apapun itu.

Namun di awal tahun 2009, zo berkenalan dengan satu situs pertemanan bernama Facebook. Situs yang zo rasa sangat unik karena tulisan dan curhatan kita bisa dikomentari atau di sukai oleh teman-teman yang lain secara langsung. Disana zo menceritakan apapun yang zo rasakan dan apapun yang zo ketahui. Intinya, zo hanya ingin agar para sahabat merasa dekat dengan mengetahui apa yang zo lihat, yang zo fikirkan dan yang zo rasakan saat itu. Hingga saat ini, zo masih setia dan menikmati menggunakan Facebook.

Hingga akhirnya pada bulan September 2011, zo menemukan blog. Disinilah zo sekarang. Bercerita tentang kisah hidup zo. Beberapa diantaranya zo ambil dari diary dimasa lalu.

Yang pertama, dimulai dari halaman pertama diary yang zo tulis pada tanggal 29 September 2003. Nah yang menarik adalah saat zo membaca tulisan “aku ingin punya kamera, ingin foto-foto atau punya walkman yang bisa ngerekam. Aku ingin jadi seorang fotografer”.

Tulisan yang membuat mata zo berkaca-kaca. Seketika, zo ingat masa itu. Masa dimana zo ingin sekali mempunyai sebuah kamera. Alasan mengapa zo ingin memiliki kamera atau sejenisnya hanya satu: zo ingin mengabadikan semua kejadian yang terjadi dalam hidup.

Ada sedikit niat balas dendam disana.

Berlatar kehidupan masa lalu yang terbilang sulit sehingga membuat zo dan adik tidak seperti anak-anak atau teman-teman lain yang memiliki banyak sekali foto mereka dimasa lalu. Memiliki gambar moment-moment pertumbuhan mereka. Kami tidak memiliki itu. Jadi itulah alasan mengapa zo sangat ingin memiliki kamera, karena zo ingin agar kami memiliki kenang-kenangan yang tergambar abadi untuk dilihat dimasa tua nanti.

Pada saat yang sama zo menuliskan “berat badan kelinci ku naik, mereka telah ku beri nama zoe dan zee”.

Saat membaca tulisan ini, zo tersenyum. Tersenyum karena dengan bodohnya zo memberi nama salah satu kelinci dengan naman zo sendiri. Salah satu hobi zo adalah memelihara hewan, baik itu ayam, kucing, burung, kelinci, marmut, bahkan hamster yang hampir semua nasib hewan-hewan peliharaan zo itu berakhir tragis.

Saat masih kecil, zo sudah memiliki hewan peliharaan. Zo punya seekor kucing yang kami pelihara sejak ia masih sangat kecil. Saking akrabnya, setiap hari ia membangunkan kami dengan menjilati wajah zo dan adik Ida. Selain itu, kami juga tidur ditempat yang sama. Awalnya sempat terfikir, kenapa kucing kami yang satu ini berbeda dengan kucing lain yang disaat malam justru kelayapan kemana-mana. Kucing dirumah ini justru tidur dengan manis disaat malam. Ia ikut tidur tak lama setelah kami naik ke tempat tidur. Begitu setiap malam.

Suatu hari ibu merepet sejadi-jadinya karena si kucing membuang kotoran dibelakang kursi ruang tamu. Kadang ia juga dengan sengaja mengencingi gorden jendela kesayangan Ibu. Ibu pun mengambil keputusan untuk membuang si kucing. Ia harus diantar dan diletakkan jauh di pajak ikan dengan alasan agar ia akan mendapat makan dari ikan-ikan atau apapun yang ada disana.

Si kucing malang dan bandel pun dimasukkan kedalam karung goni. Dengan sepeda, zo mengantarkan si kucing ke pajak ikan yang jaraknya lumayan jauh dari rumah. Pesan Ibu, saat membuang kucing, jangan pernah menoleh kebelakang karena ia akan tahu jalan pulang kerumah. Namun zo tidak percaya sama sekali dengan mitos yang dikatakan oleh Ibu.

Setelah melepas pengikat goni, zo melepaskan si kucing dan menendang pantatnya. Ia pun lari entah kemana.

Saat akan pulang, zo mengayuh sepeda merah kesayangan tanpa melihat kebelakang. Namun belum sampai 10 meter, zo menoleh kebelakang. Hanya iseng dan sekedar ingin membuktikan apakah yang dikatakan Ibu benar atau tidak.

Selama seminggu rumah sedikit terasa sepi karena tak ada si kucing. Tak ada lagi yang menggesek-gesek kaki kami saat makan malam bersama keluarga dimeja makan. Tak ada lagi yang menjilati wajah kami dipagi hari.

Namun, saat zo sedang mengambil lauk dari lemari penyimpanan pada suatu siang, ada suara mengeong dari arah bawah meja makan. Tak disangka dan tak tahu bagaimana ceritanya, kucing kami ada disana. Ia telah kembali.

Zo langsung lari kearah Ibu dan adik yang sedang berada di ruang tamu untuk memberi tahu bahwa kucing kami telah kembali. Ibu kaget begitu juga dengan dek Ida.

Ibu berkata kalau beliau memberi kesempatan kedua bagi si kucing untuk tinggal bersama kami, tapi jika seandainya ia mengulangi kesalahannya yang lalu, maka ia akan dibuang lebih jauh.

Beberapa hari berikutnya, zo mendengar Ibu berteriak dengan teriakan khas beliau. Zo yang baru pulang sekolah bingung dengan apa yang terjadi. Dengan karung ditangan, Ibu menyuruh zo untuk menangkap si kucing dan membuangnya lebih jauh. Akhirnya zo mengantar si kucing ke terminal bus yang lokasinya sangat jauh dari rumah. Saat kembali pulang, zo sama sekali tidak mau melihat kearah belakang.

Si kucing pun tak pernah kembali.

***

Ayah juga punya hewan peliharaan kesayangan, burung jalak hitam yang biasanya suka berada diatas punggung kerbau di sawah. Zo tidak begitu ingat dari mana ayah mendapatkan jalak tersebut. Ayah memelihara burung jalak hitam itu hampir bertahun-tahun, hingga akhirnya si burung jalak bisa menirukan beberapa perkataan manusia seperti “assalamu alaikum” dan “wak” (uwak merupakan sebutan untuk orang yang lebih tua).

Suatu hari saat memberi makan, tanpa sengaja burung jalak milik Ayah terlepas. Zo ketakutan. Takut dimarahi Ayah. Tapi yang menakjubkan adalah si burung jalak hitam tidak terbang jauh. Ia hanya terbang di sekitar rumah. Zo berusaha untuk menangkapnya, tapi tak bisa. Ia begitu lincah menghindar dan melompat kesana kemari. Karena putus asa, zo menunggu Ayah pulang dari berjualan diterminal bus Bireuen.

Saat ayah pulang, si jalak hitam justru terbang disekitar ayah. Dari dalam rumah, zo yakin akan kena marah habis-habisan saat ayah mengetahui jalak kesayangannya lepas. Sesampainya dirumah, Ayah ternyata tidak marah. Ia justru senang karena jalaknya sudah jinak dan tak terbang jauh walaupun sudah lepas dari sangkarnya.

Sejak saat itu, jalak hitam milik Ayah tidak pernah dimasukkan lagi kedalam sangkarnya. Saat ia mau makan, ia masuk kedalam sangkar yang pintunya sengaja kami buka. Walaupun begitu, kami tidak pernah berniat mengurungnya lagi.

Si jalak hitam sering bermain dan berdiri di jembatan tak jauh dibelakang rumah. Ia selalu mengecoh siapa saja yang melintas. Tidak sedikit yang mencoba menangkap jalak milik Ayah saat mereka kebetulan melintas. Namun hal tersebut justru menjadi hiburan tersendiri bagi warga sekitar saat melihat orang-orang tersebut mencoba menangkap si jalak tersebut tapi pernah ada yang berhasil.


 Tiba pada suatu hari, si jalak tak pernah lagi kembali kerumah atau terlihat berdiri di jembatan belakang rumah. Entah siapa yang menangkapnya. Entah siapa yang tega mencuri si jalak hitam yang sudah menjadi hiburan warga sekitar rumah kami disore hari. Semoga si jalak hitam milik Ayah bahagia dengan tempatnya yang baru. Amin.

***

Setiap kali kehilangan satu hewan peliharaan, zo selalu mencari hewan peliharaan baru. Suatu hari zo melihat ada beberapa ekor marmut kecil dan lucu ditempat biasa membeli pakan ayam. Zo pun mengumpulkan uang untuk membeli sepasang marmut. Setelah menahan tidak jajan beberapa hari, akhirnya zo bisa membeli marmut-marmut kecil yang lucu itu.


Ayah senang bila zo memelihara hewan, ia selalu mendukung karena Ayah juga punya hobi yang sama. Kata beliau, memelihara hewan membuat kita belajar bertanggung jawab.

Sangkar yang terbuat dari besi dan berwarna hijau yang dulunya milik si jalak hitam sekarang digunakan untuk menampung pasangan marmut zo yang baru. Setiap hari, dengan semangat zo mencari rumput yang biasanya tumbuh di lapangan untuk dijadikan lantai kandang marmut dan mencari kangkung yang tumbuh di parit belakang rumah untuk makan mereka. Begitu setiap sore.

Semakin lama, marmut peliharaan zo tumbuh besar, hingga kandang yang awalnya terasa cukup untuk tempat mereka berdua mulai terasa sempit. Ayah pun membuat kandang segi empat yang terbuat dari triplek dan disalah satu sisinya diberi kawat agar mereka dengan mudah bisa dilihat. Kandang marmut yang dibuat ayah dengan cantik bercat biru tersebut diletakkan didepan rumah tepat dibawah jendela.

Banyak anak-anak yang datang untuk melihat. Suatu hari ada anak kecil dengan iseng memasukkan tangan kedalam kawat kandang,eh tangannya malah tersangkut. Saat tangannya tersangkut seperti itu, dua marmut zo justru datang mendekat. Mungkin mereka penasaran dengan jari si anak kecil. Si anak pun berteriak histeris seolah-olah seekor monster besar mencoba melumat jari dan berusaha menelan kepalanya. Kami hanya tertawa melihat ekspresi wajah anak itu dan semakin menakut-nakutinya. Mendengar teriakan si anak, Ibunya pun datang dengan wajah garang. Si Ibu pun merepet panjang lebar.

***

Minggu pagi yang cerah. Seperti biasa zo harus mengganti lantai rumput di dalam kandang marmut yang sudah lepek karena kotoran dan air seni mereka yang baunya juga sudah terasa menyengat. Saat menarik keluar rumput-rumput tersebut, betapa kagetnya zo melihat ada empat anggota baru. Anggota kecil marmut yang sangat lucu. Sama lucunya seperti saat pertama kali melihat ayah dan ibu mereka di kandang tempat penjualan hewan. Sejak itu zo semakin giat mencari makanan untuk marmut-marmut zo.

Singkat cerita, anak-anaknya pun semakin besar sehingga kandang terasa sedikit sempit dari sebelumnya. Akhirnya zo melepaskan mereka disebuah ladang tak jauh dari rumah zo. Mungkin mereka bisa mencari makan sepuasnya dengan rumput-rumput dan dedaunan yang ada disana. Zo tidak pernah menyangka kalau marmut-marmut yang zo lepas ternyata kembali kekandangnya dimalam hari, namun menghilang lagi ke ladang dipagi hari.

Zo mendapat ide untuk membuat sebuah lubang tikus tepat dipintunya. Sehingga mereka bisa kembali pulang saat mereka ingin, dan seandainya ada yang ingin mencuri, maka akan sedikit sulit karena pintunya tetap zo kunci dengan gembok.

Namun, Sejak banjir yang terjadi dibulan November 2001, zo tidak pernah melihat mereka lagi. Mungkin saja mereka juga ikut terbawa arus banjir. Karena ketinggian air saat itu hingga hampir mencapai atap rumah. Begitu juga dengan ladang tempat mereka mencari makan, semua terendam habis.

***

Setelah pindah ke Takengon, zo lagi-lagi ingin memelihara hewan. Kebetulan, disebelah rumah kami masih berupa halaman yang sangat luas membuat zo semakin ingin untuk memelihara sesuatu.

Saat pulang sekolah, zo bertemu dengan seorang penjual hewan peliharaan yang selalu membawa barang dagangannya menggunakan becak barang didayung. Ia menjual beberapa jenis hewan peliharaan seperti unggas, kelinci dan beberapa jenis hewan peliharaan lain. Dan zo tertarik dengan kandang berisi kelinci-kelinci kecil yang sangat lucu dan imut.

Zo ingin memilikinya, tapi harganya sangat mahal, sekitar 35ribu per-ekor. Sedangkan jajan zo saja cuma 3.000 saat itu. Jadi zo harus bersabar dan menabung kembali.

Setelah uang terkumpul dan meminta izin pada orang tua, akhirnya zo bisa memiliki kelinci-kelinci itu. Kelinci berwana putih dan hitam. Kelinci betina berwarna putih bernama “zee” sedangkan yang hitam dan berkelamin jantan zo beri nama “zoe” (parah banget kan).


Setelah cukup lama memelihara, zo merasa heran karena kelincinya masih begitu-begitu saja alias tak bertambah.

Ternyata setelah diselidiki oleh Ayah, rupanya kedua kelinci itu berkelamin sama: betina. Ya ampun.

Tidak ingin zo semakin kecewa, Ayah pun membeli seekor kelinci yang berkelamin “benar-benar jantan” dan kata Ayah: sudah siap untuk dikawinkan. Ketika diperhatikan, ternyata bentuk kelinci jantan dan betina memang berbeda. Zo jadi malu, kenapa zo begitu bodoh saat si abang penjual hewan bilang kalau kelinci yang zo beli adalah sepasang. Si abang yang jahat atau zo yang terlalu bodoh ya?

***

Tak lama setelah zo memelihara kelinci jantan, mereka punya kebiasaan baru, yaitu mengorek-ngorek tanah dan membuat lubang. Didalam kandang berlantai tanah yang dibuat Ayah tepat di samping rumah kini telah memiliki begitu banyak lobang disana-sini. Siang itu, zo sengaja mengamati mereka saat membuat lobang dan merasa takjub saat melihat mereka mendorong tanahnya keatas. Mukanya lucu sekali.

Setiap sore, zo mencari kangkung untuk kelinci-kelinci zo. Tak jauh dari rumah kami terdapat sebuah ladang kangkung yang luas. Setiap sore si nenek pemilik ladang tersebut memanen kangkung untuk dijual ke pasar keesokan paginya. Ada beberapa bagian kangkung yang tidak terpakai dan dibuang, nah itulah yang zo ambil sebanyak satu ember penuh, bahkan lebih.

Kangkung yang zo ambil dalam jumlah banyak sehari sebelumnya selalu habis begitu saja tanpa sisa. Melihat ketiga kelinci zo makan dengan lahap membuat zo semakin semangat untuk mengambil dan si nenek pemilik ladang juga senang karena merasa terbantu mengurangi sampah sisa kangkung yang baru ia panen.

***

Zo ingin melihat kelinci-kelinci kesayangan zo di satu minggu pagi. Tapi zo kaget karena tidak menemukan mereka didalam kandangnya. Tak satupun. Zo bingung, apa mereka terlepas tanpa sengaja?.

Zo pun masuk kedalam kandang dan mengintip kedalam lubang. Betapa kagetnya zo saat seekor kelinci putih kecil bermata merah keluar dengan cepat mendekat kearah zo. Zo terpental karena kaget.

Zo berteriak mengabarkan berita ini ke seluruh isi rumah. Semua tak percaya kalau kelinci-kelinci zo telah melahirkan enam anak yang sangat lucu-lucu. Namun malang, si ibu kelinci justru mati saat melahirkan anak-anaknya. Mati syahid.

Setelah anak-anaknya tumbuh besar, zo juga memutuskan untuk melepas mereka agar bisa bermain dengan riang dan leluasa di lapangan luas disamping rumah yang dulu merupakan bekas bedengan sawah yang telah mengering dan ditumbuhi banyak rumput. Sama seperti marmut peliharaan zo sebelumnya, setiap hari mereka pergi keluar kandang dan malam hari kembali untuk tidur didalam lubang-lubang yang mereka buat.

Ada beberapa sahabat dan saudara yang tertarik dan suka dengan kelinci yang zo pelihara. Satu persatu kelinci zo diambil oleh saudara-saudara dan sahabat-sahabat. Mendengar niat mereka yang ingin membantu memelihara, zo pun menyerahkan kelinci-kelinci kesayangan zo itu.

Mimpiku dan Semua Teman, MATI

Ini merupakan tahun ke dua zo kuliah di Medan, sudah hampir setahun penuh zo tidak pernah pulang kerumah, dikampung. Sebenarnya zo sudah merasa sangat rindu dengan kedua orang tua dan adik-adik zo disana, namun karena belum memiliki kesempatan, sehingga zo belum bisa pulang. Zo masih ingat terakhir kalinya pulang kekampung, ya itu pada saat Lebaran tahun lalu.

Zo masih ingat saat meninggalkan adik yang masih kecil setahun yang lalu, saat itu ia belum begitu lancar berbicara. Beberapa kata yang zo ingat pernah ia ucapkan hanyalah “mama” dan “mamam”, hanya itu. Terakhir kali zo menelepon ke kampung halaman, zo sangat terharu karena adik kecil sudah bisa memanggilku “abang”. Betapa harunya mendengar ia mengucapkan kata itu, kata untuk memanggil seseorang yang bisa jadi belum begitu ia kenal, seseorang yang jarang ia lihat dan wajah seseorang yang hanya ia lihat di sebuah foto 10 inci yang tergantung di dinding papan rumah kami. yang ia tahu bahwa pria yang ada didalam foto tersebut adalah abangnya. Betapa besar keinginan zo pulang, bertemu dan mendengar ia memanggil sebutan itu secara langsung dari mulut kecil nan mungil itu padaku.

Walau harus jarang bertemu, zo yakin kalau orang tua selalu mendukung disaat zo harus tinggal jauh dari mereka. Zo juga tahu bahwa mereka selalu mendoakan yang terbaik untuk anaknya ini saat menuntut ilmu, doa orang tua yang selalu menguatkan zo. Betapa besar harapan mereka, itu jugalah yang memotivasi zo agar menjadi seseorang yang berhasil sehingga suatu hari nanti bisa menjadi kebanggaan mereka.

Termasuk ujian semester yang ke 4 ini, Zo harus berhasil dan memperoleh nilai baik seperti  yang telah berhasil zo peroleh pada semester-semester sebelumnya. Mengingat mereka, orang tua zo tercinta merupakan motivasi terbesar yang mampu membuat zo begitu semangat.

Tidak seperti ujian hari-hari sebelumnya, hari ini teman-teman begitu semangat, lebih berisik dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Zo yakin, karena hari ini merupakan hari terakhir ujian. Hari Jumat yang benar-benar menjadi favorit hampir semua teman yang sedang melaksanakan ujian di hari ini.

Waktu ujian belum berakhir, namun teman-teman wanita dikelas ini sudah mulai berkicau menyusun rencana bepergian besok. Bepergian beramai-ramai dalam rangka refreshing dan menghilangkan penat selama hampir seminggu penuh menghadapi ujian.

Mbak Tatha dengan semangat menggebu-gebu mengumandangkan sarannya agar kali ini tujuan kita berlibur adalah Danau Toba. Tak sampai disitu, ia begitu berapi-api menjelaskan betapa indah dan menyenangkannya disana layaknya seorang marketing perumahan yang mencoba meyakinkan pelanggan baru di Mall. Tak salah lagi, dengan keahlian merayu nan membuai-buai yang ia miliki, hampir semua teman setuju dengan rencana mbak Tatha yang terdengar begitu menggiurkan dihari Sabtu ini.

***

Sabtu pagi yang menyenangkan pun tiba. Beberapa kali handphone zo berdering di subuh yang masih gelap. Telepon dari teman-teman yang terus mengingatkan agar jangan terlambat berkumpul di kampus sesuai dengan kesepakatan bersama. Kami akan berangkat dari kampus beramai-ramai dengan bus pariwisata yang sudah di sewa oleh salah seorang teman.

Jam tangan digital berwarna hitam menunjukkan pukul 7.30 tepat saat zo tiba dikampus. Tapi, tak satupun teman menampakkan batang hidungnya. Tidak begitu lama akhirnya satu persatu teman-teman mulai berdatangan. Orang pertama yang zo lihat memarkirkan sepeda motornya tak jauh dari posisi zo berdiri adalah bang Dwi yang datang berboncengan dengan bang Jerry, disusul kemudian beberapa teman yang lain.

Beberapa teman wanita yang baru saja tiba justru langsung menaiki bus yang beberapa detik yang lalu parkir tepat didepan gedung kampus. Sambil terus berteriak-teriak memanggil beberapa teman lainnya untuk masuk dan dengan riang memilih tempat duduk yang dianggap paling nyaman dan diharapkan lebih leluasa memandang pemandangan sepanjang perjalanan menuju Danau Toba.

Tepat pukul 8.30 bus pariwisata yang kami tumpangi pun bergerak secara perlahan menyeberang dan meninggalkan kampus. Perjalanan kali ini memang terbilang mengasyikkan karena kekompakan dan canda yang tak pernah putus. Selain itu banyak teman-teman wanita yang membawa cemilan dalam jumlah banyak. Ada mbak Ola yang dengan bangga mempromosikan bolu gulung yang diakuinya buatan sang bunda tercinta. Tak mau kalah dengan Mbak Ola, mbak Martha pun tidak kalah unik pada pagi hari ini, ia membawa pisang rebus andalan emaknya. Ia bercerita panjang lebar tentang perjuangannya mengambil dan merebus pisang tersebut tak lama setelah dipanen langsung dari kebun sebelah rumah.

Perjalanan begitu menyenangkan hingga tak terasa, pemandangan betapa indahnya Danau Toba mulai terlihat samar-samar dari balik bebukitan yang menghadang dan pepohonan rindang nan hijau.

Musik yang diputar si abang supir keluar mantap dari beberapa speaker di segala arah yang semakin menambah semangat. Beberapa kali teman-teman wanita bernyanyi dengan kompak walau ada beberapa diantaranya justru menyanyi dengan suara sumbang. Ia tak perduli yang penting bersenang-senang. Zo salut pada si abang supir yang pintar memilih daftar musik pengiring perjalanan kami. Ia tahu betul menyesuaikan jenis musik untuk menghibur seluruh rombongan anak muda Medan yang rusuh dan heboh ini. Namun setelah ditelusuri, zo seperti mengenal flash disk yang menempel di port USB tape bus itu, flashdisk berwarna abu-abu muda yang selalu menempel dileher seorang sahabat, bang Ridho. Oh ternyata dia dalangnya.

Lagu dengan nada up beat terus mengiringi perjalanan tanpa henti, beberapa teman jingkrak-jingkrak kegirangan mengikuti irama lagu. Album PitBull dengan beat menghentak-hentak memancing si abang supir yang sedang serius mengemudikan bus tanpa sadar mengangguk-angguk kan kepala sambil dengan mantap menancap gas dan dengan lihai meliuk-liukkan setirnya dijalan yang berliku-liku khas lereng gunung mengitari Danau Toba.

Zo heran mengapa tak ada rasa takut dalam benak mereka, bahkan beberapa teman justru memanas-manasi si abang supir untuk menunjukkan aksi terhebat yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya dalam mengemudikan bus ini. Tak butuh waktu lama untuk membuat si abang supir terpengaruh dengan hasutan anak-anak muda yang adrenalinnya terus berpacu menderu sekencang laju putaran roda bus. Semua orang terpana dan takjub menyaksikan betapa lihainya si abang supir dalam menguasai jalan dan dengan penuh percaya diri menghantam setir kekanan dan kekiri dengan tepat. Semua orang berteriak gamang namun ada rona kegirangan yang amat sangat terpancar dari wajah mereka. Berbeda dengan zo yang semakin mempererat pegangan ke sandaran kursi yang tepat berada didepan zo, jantung ini rasanya seakan copot. Bus ini telah menjelma menjadi sebuah jet coaster yang melaju dengan cepat meliuk-liuk di jalurnya.

Beberapa teman bangun dari tempat duduknya dan lebih memilih berdiri  berpegangan di gantungan yang melekat erat diatas bus demi mendapatkan sensasi yang lebih wah. Entah apa yang merasuki, zo justru mengikuti apa yang teman-teman lakukan dan melangkah maju sedikit kearah depan. Sensasi yang terasa didapat memang sangat luar biasa.

Namun, tiba-tiba entah kenapa laju dan goncangan bus pariwisata ini terasa berbeda, dengan cepat zo menatap wajah si abang supir. Mimik wajahnya berubah. Bukan raut kemenangan dan kemahiran seperti sebelumnya yang terlihat, tapi ada gurat kekhawatiran disana.

Semakin lama, bus ini semakin oleng. Ia tidak lagi berada lurus pada jalurnya, melainkan beberapa kali menerobos jalur lain. Beberapa teman sudah mulai menyadari apa yang terjadi dan beberapa teman berteriak-teriak histeris. Bukan teriakan kegirangan dan sensasi menyenangkan seperti yang mereka tunjukkan tadi. Teriakan yang mengandung nada ketakutan yang sangat. Beberapa orang mulai berpegangan semakin erat pada sandaran kursi. Beberapa menutup mata, ada mendelik kearah depan dan beberapa yang lain masih terus berteriak dengan lengkingan yang memekakkan telinga.

Siapa yang tidak akan berteriak, ketika si abang yang tadinya sangat lihai di singgah sana kemudinya kini kebingungan dengan apa yang tengah terjadi. Teriakan semakin histeris saat si abang supir berteriak untuk memberi tahu ada gangguan pada rem bus. Rem nya tidak berfungsi!.

Kepanikan pun semakin menjadi-jadi. Mereka mengucap-ngucap nama Tuhan berkali-kali dengan nada ketakutan. Beberapa teman lelaki meneriakkan agar si abang mengoper gigi perseneling ke posisi yang lebih rendah agar tidak terlalu laju. Si abang supir yang panik terus mencoba melakukan hal tersebut, tapi tidak juga mengurangi laju bus yang kini bagai sapi liar terlepas dari tali pengikatnya.

Bus yang kami tumpangi pun semakin oleng, masuk kejalur lain hingga akhirnya membentur keras besi pembatas pembatas jalan. Suara besi dan badan bus sebelah kanan yang terus bergesekan dengan kencang terdengar keras memekakkan telinga. Bang Dwi yang duduk disebelah pinggir seketika berdiri karena takut dengan suara gesekan antara badan bus dengan pembatas jalan tersebut.

Tak sampai 5 detik, bus pun berhasil membengkokkan pembatas jalan sehingga dengan seketika bus yang kami tumpangi terjun bebas, ke arah danau yang airnya terlihat begitu hijau kelam.

Seketika, air dengan tekanan yang besar berlomba-lomba masuk kedalam badan bus dari celah manapun. Kepanikan semakin meraja lela, hampir semua yang duduk dibelakang terhempas kedepan. Menindih siapapun yang berada didepan mereka. Kepala, tangan dan badan zo terasa sakit saat sesuatu menghantam tubuh ini dari arah belakang. Tak sempat untuk melihat dan mengenali apa yang terjadi. Akibat kaca depan bus yang pecah, membuat air pun masuk membabi buta dengan tekanan yang tak pernah zo bayangkan sebelumnya. Tekanannya sangat keras hingga membuat zo tak bisa melihat apa-apa saat bergalon-galon air menghantam wajah, dada dan badan zo.

Zo terus berpegangan erat pada gantungan yang ada didalam bus saat sekali lagi ada sesuatu yang menghantam tubuh zo dari arah depan. Beberapa teman yang tadinya terhempas kedepan tiba-tiba berhamburan terdorong kebelakang oleh air yang datang dari arah depan. Suasana benar-benar porak-poranda. Keadaan sangat tidak bisa terprediksi.

Saat zo mencoba tuk bertahan, tiba-tiba ada sesuatu yang menghantam kepala, menjepit, mencakar dan menolak zo dari segala arah. Semua terlihat gelap, zo tidak bisa mendeskripsikan carut-marut serta hiruk-pikuk dan keadaan yang terjadi pada saat itu, karena semua kepanikan telah menjadi satu. Yang terlihat hanya air dan gelap dimana-mana.

Masih dalam keadaan yang benar-benar tak terkendali, zo tak lagi mengenal siapa-siapa saja yang sedang meronta-ronta tak menentu diatas, didepan atapun dibelakang zo. Saat menginjakkan kaki, tak tahu entah apapun yang zo injak. Zo hanya mengingat bahwa posisi zo ada didekat pintu keluar bus bagian depan. Sambil terus menerka-nerka karena sulit untuk melihat apapun, baik itu barang-barang atau beberapa orang yang terus meronta-ronta, zo terus berusaha menggapai pintu depan.

Dalam keadaan seperti ini, zo tak bisa mengatur dan menahan nafas dengan baik. Akibat kepanikan dan kebingungan yang benar-benar membuyarkan usaha dan konsentrasi. Tiba-tiba zo merasa sesak, dada tak mampu menahan tekanan yang rasanya seperti disepak oleh seseorang bertubuh tinggi tegap dengan kekuatan yang luar biasa. Zo sudah merasa sangat tidak sanggup menahan sakit yang zo rasakan didada, sudah sangat banyak air yang masuk dan terminum.

Walau masih terasa sangat sesak, ditambah entah berapa banyak telah meminum air, zo terus berusaha menahan nafas selama dan semampu yang zo bisa. Rasanya sesak sekali. Seperti terhimpit, didesak, ingin muntah dan keram dingin membeku.

Mungkin dengan diam, akan membuat zo lebih tenang. Benar saja, saat zo hanya mencoba untuk diam, semua semakin terasa gelap dan hening. Tak ada lagi kegaduhan-kegaduhan, kepanikan-kepanikan seperti yang zo rasakan tadi. Semua telah tenang.

***

Akhirnya zo merasa badan zo tak lagi kaku. Himpitan yang sangat menyakitkan itu telah hilang, sedikit lebih lega untuk bergerak. Kali ini pandangan zo sedikit lebih baik karena tak begitu banyak lagi hiruk-pikuk disana sini. Walau disulitkan dengan warna air dan suasana yang kelam, tapi zo terus mencoba tenang dan berusaha semampu zo untuk menggapai pintu depan. Sangat sulit, tapi zo harus berusaha. Zo harus selamat. Zo harus bisa berenang kepermukaan.

Sangat sulit sekali untuk menggapai pintu depan karena tubuh-tubuh, dan barang-barang yang mengambang membuat zo kesulitan. Sangat-sangat kesulitan. Setelah berusaha setengah mati, pintu depan justru macet dan tidak bisa dibuka.

Tak fikir panjang, zo langsung melihat kearah pintu yang ada tepat disamping supir, semoga bisa terbuka. Namun zo terhalang tubuh seseorang yang tidak zo kenali karena pandangan yang benar-benar sulit untuk melihat.

Tak mau menyerah dengan apa yang terjadi, zo meraba-raba lantai untuk menemukan sesuatu yang keras dan bisa digunakan untuk memecahkan kaca jendela agar bisa keluar. Zo harus bisa bertemu lagi dengan semua anggota keluarga yang kini menantikan diriku dikampung halaman. Tiba-tiba saja zo merasa sangat rindu untuk memeluk adik kecil zo yang mungkin sekarang sudah bisa dengan lancarnya mengucapkan kata “abang”.

Karena tak kunjung menemukan apapun untuk memecahkan kaca, zo memutuskan ke arah pintu bagian belakang, mencoba menerobos diantara tubuh teman-teman dan barang-barang milik mereka yang menghalangi.

Dari sebelah kanan, samar-samar zo melihat seorang wanita sedang bergumul dan meronta dengan pakaiannya yang mungkin sedang tersangkut. Dari jauh zo sulit untuk mengenali wajah wanita itu, siapapun dia, zo harus menolongnya. Zo merasa sangat senang karena masih ada yang tersisa selain zo didalam bus yang dipenuhi air. Ia tidak boleh tetap berada disini. Kami harus bisa berenang kepermukaan.

Setelah mendekati, samar-samar zo mulai mengenali wajah wanita yang sedang kebingungan karena kain roknya tersangkut. Sebagai seorang laki-laki, zo tidak boleh menyerah. Ini demi menyelamatkan nyawa seseorang. Nyawa seorang sahabat. Nyawa mbak Tatha.

Tanpa ampun, zo berusaha untuk menarik sekuat sisa tenaga yang zo miliki. Akhirnya dengan usaha yang tidak mengenal ampun, berhasil juga merobek rok yang tersangkut dan segera menarik mbak Tatha melanjutkan usaha menggapai pintu belakang bus.

Zo meraba-raba dan menariki serta mendorong apapun yang ada dihadapan zo agar kami bisa terus maju dan menggapai pintu bus. Mbak tatha juga terus berusaha mengikuti zo dari belakang. Ia menggenggam dengan sangat erat kaos berwarna hijau yang zo pakai.

Alhamdulillah pintu belakang terbuka, zo pun mempercepat langkah. Rasanya ringan sekali, mungkin saja ini karena zo hampir berhasil menggapai pintu keselamatan. Tak ada beban. Namun, saat zo membalikkan badan, betapa kagetnya zo karena tidak melihat mbak Tatha yang harusnya sejak tadi berada dibelakang. Ia tak lagi memegangi kaos bagian belakang zo. Ia tak lagi ada disana. Zo mengurungkan niat untuk keluar, melainkan kembali ke belakang. Mencoba menggapai apapun dan siapapun yang bergerak dibelakang zo.

Akhirnya zo menemukan mbak Tatha yang sudah lemas tak berdaya seperti teman-teman yang lain. Walau apapun yang terjadi, zo harus berhasil menyelamatkan mbak Tatha. Kami pun berhasil keluar dan dengan mudah bisa mencapai permukaan air. Seperti ada yang mendorong dan membantu kami untuk naik.

Akhirnya zo bisa menghirup udara sebebas-bebasnya.

Zo pun berusaha untuk menggapai sebuah batang pohon kecil yang tumbuh di bebatuan tebing karang sambil masih memegangi erat lengan mbak Tatha. Zo terus mencoba dengan sisa tenaga untuk mengangkatnya.

Zo tak tahu dimana bagian yang rata, yang zo lihat hanyalah ilalang dan pepohonan kecil yang tumbuh disepanjang bebatuan tebing. Beberapa tebing terkikis air hingga membentuk gua-gua yang gelap. Perlahan-lahan zo menggapai bebatuan dan maju kearah depan, pelan-pelan dan sedikit demi sedikit. Saat tak mampu menggapai pegangan yang tepat, lagi-lagi kamu harus terbenam kedalam air.

Zo semakin berhati-hati agar tidak salah saat berpegangan. Telapak dan tangan kiri mulai terasa perih akibat luka gores karena memegang dan menggapai apapun secara membabi buta dari tebing yang terjal dan tajam.

Entah berapa lama kami berada dalam posisi tergantung mengambang hingga akhirnya zo menemukan tebing yang sedikit landai. Bebatuan tebing yang sepertinya bisa dijadikan tempat duduk dan berteduh.

Saat mencoba untuk naik keatas, zo menyangkutkan kerah baju bagian belakang leher mbak Tatha ke tebing karang yang mencuat agar ia tertahan dan tidak jatuh tenggelam.

Zo terlebih dahulu naik katas tebing dan dengan sisa kekuatan mengangkat lengan mbak tatha naik ketebing. Zo hanya mampu menyeretnya untuk naik secara perlahan-lahan. Zo yakin rasanya pasti sakit saat punggungnya tergores dinding tebing yang sedikit tajam. Mau tak mau zo terus menariknya walau kepayahan.

Setalah usaha yang pantang menyerah, zo berhasil mengangkat mbak Tatha dari dalam air dan mendudukkannya. Tebing ini hanya bisa digunakan untuk duduk dengan posisi kaki masih jatuh dan terbenam kedalam air. Zo merasa kalau perut zo sakit dan kembung karena telah terlalu banyak meminum air danau. Posisi kami tak jauh dari lokasi bus yang jatuh. Terlihat dari beberapa barang-barang bawaan teman-teman yang mengambang dipermukaan air danau. Bus kami pasti tepat berada dibawah barang-barang yang mengambang tersebut. Ada beberapa tempat makan plastik berwarna kuning cerah dengan ikatan orange dan beberapa tas yang diantaranya zo kenal adalah milik bang Safran, sahabat zo.

Zo hanya terduduk lemah. Zo tak tahu seberapa lama kami berada disana.

***

Tangan kiri masih terasa perih karena beberapa goresan luka yang masih mengeluarkan darah dan menyakitkan saat zo mendengar suara mesin motor yang menderu-deru. Setelah diperhatikan, suara-suara tersebut berasal dari perahu-perahu karet berwarna merah dan orange yang mungkin adalah milik tim penyelamat setempat. Zo berharap mereka melihat zo dan mbak Tatha karena untuk berteriak saja zo sudah tidak mampu. Seandainya ada peluit seperti yang digunakan Rose dalam film Titanic, zo pasti akan meniup peluit tersebut dengan kencang untuk menunjukkan keberadaan kami.

Zo hanya terkulai tak berdaya. Bahkan mengangkat kepala dari sandaran saja sulit. Tenaga zo benar-benar terkuras. Satu persatu teman-teman diangkat keatas perahu-perahu karet mereka. Zo tak tahu berapa jumlah perahu tersebut, yang zo tahu kini telah ada banyak perahu karet disana.

Betapa kagetnya zo saat beberapa orang sedang mengangkat tubuh seseorang yang sangat zo kenal. Sosok yang benar-benar melekat erat di kepala zo. Tubuh seorang wanita yang zo yakini adalah tubuh mbak Tatha. Zo terus menatap kearah para penyelamat yang masih berusaha mengevakuasi siapapun yang masih berada dalam bangkai bus saat langit mulai beranjak senja. Zo terkejut setengah mati saat menyadari bahwa mbak Tatha sudah tak ada lagi disebelah zo entah bagaimana caranya.

Air mata kesedihan pun tanpa disengaja menetes, air mata yang lelehannya terasa panas dan perih membasahi pelupuk mata. Liburan yang diharapkan menyenangkan justru berakhir tragis.

Jantung zo semakin berdetak kencang bahkan terasa hampir copot saat melihat salah seorang relawan bertubuh hitam besar mengangkat sesosok laki-laki berkaos hijau dan berambut pendek. Zo sangat mengenal sosok itu mendarah daging. Zo juga kenal kaos yang ia pakai. Kenal benar potongan rambutnya. Dalam hati zo berteriak histeris dengan lelehan air mata yang terasa begitu perih dan panas: ITU AKU.

Tiba-tiba, semua terasa gelap dan sesak.

Zo tersentak dengan nafas tersengal dan keringat dingin bercucuran dengan deras dari sekujur tubuh yang membuat sebagian baju zo basah. Zo masih berusaha mengatur nafas saat melihat jam di dinding kamar kost zo menunjukkan pukul 4 subuh. Rasanya sangat sesak dan menakutkan. Zo bersyukur ini semua hanya sekedar mimpi. 

 Semua orang yang berada di dalam Bus Pariwisata.